Agum Gumelar: Penggiat HAM Sebenarnya Membela Siapa?

posisi komnas ham

topmetro.news – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Agum Gumelar mempertanyakan posisi penggiat HAM. Agum menilai pegiat HAM justru terkesan tidak perduli jika aparat penegak hukum yang menjadi korban.

Mantan Menkopolhukam era Pemerintahan Abdurahman Wahid pun mempertanyakan posisi penggiat HAM. Hal ini disampaikannya usai diskusi bertajuk ‘Terorisme, Miralitas Media dan Kebangsaan Kita’ di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

“Jadi katakanlah kalau terjadi di Aceh, tembak-menembak dengan GAM, matilah GAM. Kemudian penggiat HAM teriak ‘melanggar HAM’. Tapi ketika ada marinir lagi salat di musala kemudian disikat oleh GAM, (penggiat) HAM diam saja. Jadi ini HAM ini apa membela sipil atau bagaimana. Atau HAM ini anti-ABRI, itu antipolisi, anti-TNI? ini jadi tanda tanya loh,” tuturnya.

Agum Gumelar juga menilai, persoalan HAM menjadi salah satu kendala dalam pemberantasan terorisme. Ada kalanya penggiat HAM terkesan membela teroris dalam hal penindakan tegas yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

“Mungkin masalah HAM juga jadi kendala. Saya mohon betul kepada penggiat HAM. Yang harus kita bela itu Rakyat Indonesia, bukan teroris penjahat, koruptor,” kata Agum.

Soroti Ketidakadilan Pegiat HAM

Menurut Agum, sangat tidak adil ketika penggiat HAM menyinggung soal pelanggaran HAM ketika ada teroris atau kelompok bersenjata yang ditindak tegas oleh aparat. Sementara ketika pelaku tersebut tidak tertangkap, aparat penegak hukum disoroti masalah kegagalannya.

“Ini kan sangat tidak adil. Jadi saya minta HAM untuk melihat lebih jernih, lebih bijak, untuk melihat yang kita bela ini rakyat, bukan teroris,” ungkapnya.

Lebih jauh, terkait peristiwa rentetan bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo, Jatim hingga penyerangan di Polda Riau beberapa waktu lalu, Agum menilai fungsi intelijen sudah bekerja dengan baik.

“Intelijennya kuat di masing-masing. Di BIN kuat, intel polisinya kuat, intel apanya lagi kuat. Tapi belum terkoordinir dengan baik. Ini harusnya ada satu upaya untuk bisa mengkoordinir intel ini hingga ada kesatuan intelijenai, agar pemerintah bsa bertindak cepat, terukur,” lanjutnya.

Lebih lanjut terkait penindakan terorisme, Agum berpendapat pelibatan pasukan ‘super elite’ TNI belum diperlukan. Menurutnya pasukan ‘super elite’ TNI boleh dilibatkan sewaktu-waktu saja.

“Tetap Polri paling depan dong. Pelibatan TNI itu, apabila situasi mengharuskan TNI terlibat. Mungkin situasional menurut saya, mungkin ya,” tandasnya. (TM-RED)

sumber: detik.com

Related posts

Leave a Comment